MODEL PENJAMINAN MUTU BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE QUALITY ASSURANCE) LEMBAGA PENYELENGGARA PELATIHAN PEMERINTAH

Kinerja sumber daya manusia aparatur berdampak pada kualitas tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik. Kebutuhan pengembangan kompetensi menjadi keharusan bagi ASN dan menjadi semakin tinggi seiring dengan tuntutan re-skilling yang juga terjadi pada sektor publik di Indonesia. Terkait dengan pengembangan kompetensi ASN, Lembaga Administrasi Negara (LAN) yang memiliki tugas dan tanggung jawab untuk memastikan penerapan kualitas mutu dalam penyelenggaraan program pelatihan yang diselenggarakan oleh setiap Lembaga Pelatihan Pemerintah (LPP). Sebagai sebuah sistem, kemampuan menyelenggarakan program pelatihan oleh LPP tidak dibarengi dengan munculnya perbaikan berkelanjutan dalam bentuk inovasi serta menumbuhkan dan meningkatkan kualitas secara berkelanjutan. Hal ini berdampak pada munculnya permasalahan seperti terjadinya konflik kepentingan, pengelolaan anggaran yang tidak akuntabel, resiko penlanggaran kode etik, tidak adanya knowledge management, dan minimnya jenis inovasi pelayanan LPP. Studi akan menganalisis pengelolaan penjaminan mutu pada LPP serta menemukan sebuah model sustainable quality assurance (penjaminan mutu berkelanjutan) yang dapat diterapkan pada lembaga penyelenggara pelatihan ASN. Adapun teori yang digunakan adalah teori Juran Trilogy yang menggambarkan proses manajerial untuk mengelola kualitas yang terdiri atas perencanaan kualitas (quality planning), kontrol kualitas (quality control), dan Perbaikan Kualitas (Quality Improvement) serta PDCA Deming dan TQM. Metodologi yang digunakan adalah melalui pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu telaah dokumen, wawancara (terstruktur), dan Focus Group Discussion (FGD) serta partisipasi langsung peneliti. Hasil penelitian menunjukkan analisis atas penjaminan mutu LPP memperlihatkan masih lemahnya sisi pengelolaan proses penjaminan mutu (baik dari sisi instrumentasi maupun quality control) dan pengelolaan pelaksana penjaminan mutu. Kelemahan pada dua sisi ini memberikan implikasi yang besar pada pencapaian tujuan utama penjaminan mutu yakni perbaikan berkelanjutan. Pelaksanaan penjaminan mutu LPP juga belum mendorong kapasitas dinamis organisasi (organizational capital) untuk menghasilkan perbaikan dan pembaharuan yang berkelanjutan (sustainable) pada pelatihan ASN. Restrukturisasi penjaminan mutu dengan model Two-tier OPB sebagai sebuah proses manajemen dalam mendisain kualitas dalam proses PDCA (baik pada aspek hard side of quality maupun soft side of quality) dapat mendorong munculnya kapasitas organisasi sebagai hasil dari ‘pembelajaran dalam organisasi’ untuk beradaptasi dengan lingkungan stratejik. Pendekatan dua level ini menawarkan otonomi untuk setiap tahapan dan juga alignment antar tahapan untuk mencapai hasil atau tujuan yang diharapkan yang diharapkan. Tier pertama menghasilkan vision dan sasaran disertai dengan standar mutu yang dibutuhkan untuk mengukur keberhasilan dan komitmen dan hubungan antar tahapan untuk mengontrol hasil, sedangkan tier kedua menunjukkan otonomi yang diberikan organisasi untuk mengelola tugas dan tanggung jawab (shared decision making) yang akan diukur nantinya dengan target-target yang ditetapkan pada tier pertama.