Model Collaborative Governance pada Program Penilaian Buku Pendidikan Agama di Kementerian Agama

Kebijakan penilaian buku pendidikan agama (PBPA) tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah, akan tetapi ada peran swasta (penerbit) dan juga masyarakat (pengguna). Orientasi ketiganya adalah memenuhi standar buku yang bermutu dan layak digunakan masyarakat. Proses PBPA dilaksanakan oleh Kementerian Agama dengan melibatkan stakeholder internal-eksternal Kementerian Agama. Meski telah melibatkan pihak luar Kementerian Agama, program tersebut di nilai belum membagi peran dan fungsi stakeholder secara seimbang sesuai dengan konsep collaborative governance. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui wawancara, FGD, pengamatan, dan studi dokumen. Tujuan penelitian ini yaitu: untuk (1) menganalisis peran dan fungsi stakeholder (pemerintah, swasta dan masyarakat) yang terlibat dalam program PBPA berbasis indikator variabel kolaborasi konsep Ansell dan Gash (2007); dan (2) merumuskan model collaborative governance dalam program PBPA berbasis prinsip dinamika kolaborasi yang digunakan oleh Emerson, Nabatchi, dan Balogh (2012). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) peran-fungsi stakeholder berjalan sesuai dengan kondisi awal; kelembagaan yang terstruktur; kepemimpinan yang berimbang; proses pelaksanaan melalui tatap muka; dan menerima hasil antara/pertengahan atas kesepakatan bersama. (2) Model collaborative governance dalam program PBPA (merujuk prinsip dinamika kolaborasi) berjalan berdasarkan prinsip keterlibatan (diskusi/FGD), berbagi motivasi antar individu yang sama (siklus berulang), dan mengembangkan kemampuan dalam menjalankan tugas. (3) Terdapat indikasi bahwa peran pemerintah cenderung lebih dominan, swasta (penerbit) hanya menjadi objek yang buku terbitannya di nilai dalam program PBPA, sedangkan peran masyarakat relatif tidak aktif dan tidak efektif. Rekomendasi yang diajukan yaitu: (1) Kementerian Agama perlu mengembangkan konsep collaborative governance dalam program PBPA berbasis pada indikator variabel kolaborasi yang mempertimbangkan kondisi harmonis, rancangan kelembagaan yang terstruktur, kepemimpinan kooperatif, proses kolaboratif tatap muka, menjunjung komitmen bersama, dan menyepakati hasil antara/pertengahan. (2) Kementerian Agama perlu mengembangkan model collaborative governance makro dan mikro dalam pelaksanaan program PBPA berbasis pada prinsip dinamika kolaborasi yang berazas keadilan, kesetaraan, dan keseimbangan pada peran-fungsi stakeholder baik kelembagaan maupun individu yang merepresentasikan pemerintah, swasta, dan masyarakat. (3) Pemerintah perlu memfasilitasi pembentukan organisasi pengawasan buku-buku pendidikan agama yang merepresentasikan kelompok swasta dan masyarakat dengan melibatkan peguruan tinggi agama, asosiasi profesi, majelis-majelis agama, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan tokoh masyarakat.